Bekasi, Opini Warga –Pendidikan adalah pilar utama dalam membangun masa depan bangsa. Di balik cita-cita besar mencerdaskan kehidupan rakyat, ada tanggung jawab konstitusional yang telah diatur dalam UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021. Pemerintah diwajibkan mengalokasikan minimal 20% dari APBN dan APBD untuk sektor pendidikan. Ini bukan sekadar angka, melainkan komitmen konkret negara untuk memberantas kebodohan dan membangun peradaban.
Namun sayangnya, di Kabupaten Bekasi, semangat tersebut justru tenggelam dalam praktik korupsi dan tata kelola pendidikan yang amburadul.
Politik Anggaran Pendidikan yang Gagal Mewujudkan Harapan
Setiap tahun, Pemerintah Kabupaten Bekasi mengalokasikan anggaran sesuai ketentuan. Pada 2023, dari total APBD sebesar Rp6,2 triliun, Rp1,7 triliun dialokasikan untuk pendidikan. Pada 2024, dengan APBD naik menjadi Rp7,3 triliun, seharusnya sekitar Rp1,46 triliun masuk ke sektor pendidikan. Dan kini, pada 2025, APBD mencapai Rp8,3 triliun—yang berarti dana pendidikan idealnya berada di atas Rp1,66 triliun.
Namun, realita di lapangan berbicara lain. Tingginya anggaran tidak berbanding lurus dengan kualitas pendidikan. Alih-alih mencerdaskan, sistem pendidikan kita justru tercemar oleh kebocoran dan penyimpangan.
Kegagalan Dinas Pendidikan yang Tak Termaafkan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara rutin mencatat temuan anggaran pendidikan bernilai miliaran rupiah yang tidak sesuai peruntukannya. Ini menandakan adanya potensi korupsi dan pembiaran. Sementara itu, angka putus sekolah masih tinggi, dan ribuan anak di Bekasi belum tersentuh akses pendidikan layak.
SD, SMP, hingga SMA—semuanya menghadapi masalah kronis. Ruang kelas rusak, rasio guru-murid tidak seimbang, dan ketersediaan sarana belajar jauh dari ideal. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan para pejabat di Dinas Pendidikan dalam menjalankan amanah konstitusi.
Akar Masalah: Korupsi Struktural dan Inkompetensi
Di balik semua kegagalan itu, rakyat Bekasi melihat benang merah: korupsi dan inkompetensi! Muncul dugaan kuat bahwa kursi kepala sekolah diperjualbelikan, proyek-proyek pengadaan pendidikan dijadikan lahan bancakan, dan pejabat Dinas Pendidikan lebih sibuk mengatur keuntungan pribadi daripada membenahi sistem.
Pertanyaan mendasarnya:
Apakah jumlah ruang kelas baru telah sesuai kebutuhan?
Apakah rasio guru dan siswa sudah ideal?
Apakah pejabat Disdik benar-benar tahu kondisi sekolah rusak di daerah-daerah pelosok?
Jika jawabannya tidak, maka pejabat-pejabat ini sudah sepatutnya dicopot!
Ini Harapan Masyarakat Bekasi
Kami, rakyat Kabupaten Bekasi, menyatakan bahwa sistem pendidikan kita butuh revolusi menyeluruh! Maka dari itu, kami berharap:
Pertama Bupati Bekasi segera mengevaluasi dan mencopot Kadisdik, Kabid Dikdas, Kabid Dikmen, serta Kabid GTK.
Kedua Inspektorat Kabupaten Bekasi melakukan audit independen dan transparan tanpa kompromi.
Ketiga Kejaksaan Negeri Bekasi mengusut tuntas praktik korupsi di sektor pendidikan, termasuk dugaan jual beli jabatan dan proyek.
Pendidikan untuk Semua, Bukan Segelintir Elit!
Pendidikan bukan hanya kewajiban negara, tapi hak seluruh rakyat. Triliunan anggaran bukan untuk dinikmati segelintir elit birokrat, melainkan untuk memastikan setiap anak di pelosok Bekasi bisa belajar di ruang kelas yang layak, diajar guru yang profesional, dan punya masa depan yang cerah.
Bekasi milik rakyat. Pendidikan adalah jalan peradaban—bukan ladang korupsi!
Berikan ulasan