Part 2
Matahari kala itu redup beberapa waktu. Suasana gelap selimuti awan, meski belum memasuki malam. Si kucing terlihat berjalan santai. Seolah tak ada dosa yang dipikulnya meski sudah melakukan perbuatan tidak seronoh ke kedua rekannya.
Dedaunan kering mulai rontok mengiringi langkahnya. Kedua tangannya ke belakang dengan kepala tertunduk. Seolah si kucing sedang berpikir keras.
Pandangannya tetap ke bawah sambil berjalan tanpa arah. Rupanya, si Kucing khawatir dua rekannya yang bernama Ara dan Aru bakal bercerita kepada majikannya soal akal liciknya.
Sejalan waktu, si Kucing bertemu dengan seseorang lelaki tua berjenggot panjang. Raut wajahnya terlihat mulai mengkerut. Sesekali batuk menandakan usia yang sudah lanjut.
Si kakek itu mengusap-usap si Kucing. Dengan suara manja si Kucing memberi kode kalau dia memiliki masalah besar. Rupanya, kakek itu sudah mengetahui apa yang menjadi masalahnya.
Dengan senyumannya, si Kakek itu berbisik kepada si Kucing niat menjodohkan kepada anak perempuannya. Meski berbeda kehidupan, si Kucing meminta syarat agar dia bisa dijadikan manusia juga. Huss, dengan sekejap si Kucing berubah manusia kekar.
Bertubuh tinggi, berawakan tegap dengan kulit cokelat, si kucing merasa senang menjadi manusia. Dia pun diberi nama Taro. Tak butuh waktu lama, si Kakek itu diam-diam menyiapkan ritual untuk melanjutkan perkawinan dengan anak sulungnya.
Taro pun mengikuti kemauan si kakek. Si anak kakek bernama Wawak juga mengikuti ritual tersebut. Sah, si kakek melontarkan kalimat akhir usai bibirnya penuh dengan komat kamit.
Keduanya, Taro dan Wawak pun resmi menikah. Mereka hidup sebagai sepasang suami istri. Selang beberapa hari, si Kakek pun berpamitan ke keduanya. Kakek bilang mau melanjutkan perjalanannya. "Saya tinggalkan kalian berdua, berbahagialah kalian," tutur nada lemah sang kakek.
Malam pun terus berganti. Rupanya, Taro masih tidak bisa melupakan riwayat hidupnya yang pernah mengorbankan kedua rekannya hingga di penjara. Rasa cemas terus membayangi malamnya.
Taro pun bercerita kepada istrinya, tentang apa yang sudah membayangi pikirannya selama ini. Bukannya memberikan solusi yang baik, Wawak pun malah memberikan cara kotor. Taro pun ikut anjuran sang istri. "Biarkan saja, tidak usah dipikirkan," cetus nada lembut Wawak kepada suaminya.
Ditempat yang berbeda, Ara dan Aru menjalani hari-harinya sangat tragis. Tidak bisa keluar bebas, tidak bisa ketemu dengan kerabat. Pikiran keduanya bergelut untuk bisa bebas.
Sang majikan Taro ternyata masih belum puas dengan diberikannya hukuman kepada Ara dan Aru. Dia masih kasak-kusuk mencari kebenaran. Tapi, Taro tak mau kehilangan akal. Sang majikan yang mengatahui Taro sudah menjadi manusia, dia pun mempersilahkan untuk datang ke rumahnya.
Terkadang Taro mengajak sang majikan bermain golf, hingga makan malam. Full service menjadi fakta di lapangan. Nasib Ara Aru pun lama kelamaan tak memiliki sinar terang. Keduanya mulai putus asa. Hingga keduanya ada keinginan untuk mengganti apa yang sudah dimakan sebelumnya.
Dengan memberi jaminan rumah sampai pengembalian makanan sudah dilakukan oleh Ara Aru. Tapi, niat itu pun terasa masih belum cukup. Keduanya masih harus menjalani kehidupan di teralis besi.
Taro semakin tak terkontrol. Ketamakannya semakin menjadi-jadi. Dia merasa yang paling berkuasa. Terlebih dukungan istri yang sangat ambisius. Tak seorang pun yang mampu bisa mencegahnya. Termasuk majikan Taro sebelumnya.
Berikan ulasan