Bekasi – Polemik proyek drainase Rp 1 miliar di Margahayu, Kecamatan Bekasi Timur, kini kian menyeruak menjadi sorotan publik. Bukan hanya soal teknis pengerjaan yang diduga asal-asalan, melainkan juga mencuat dugaan adanya praktik pembiaran sistematis dari pihak dinas terkait.
Sejumlah pihak menilai, kesalahan yang ditemukan di lapangan bukan lagi sekadar kelalaian, melainkan indikasi kuat adanya permainan antara kontraktor dan oknum pengawas proyek. Jika benar demikian, hal ini membuka kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara.
“Kontrak bernilai miliaran rupiah, tapi kualitasnya bahkan kalah dengan proyek kecil swadaya warga. Kita patut menduga ada bancakan anggaran. Maka solusinya jelas: proyek ini harus diaudit, kontraktor dievaluasi, dan bila terbukti ada unsur pidana, seret ke aparat penegak hukum,” tegas Fari Rangga dari LSM KAMPAK RI.
Lebih jauh, publik menyoroti lemahnya fungsi pengawasan. Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bekasi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga kualitas pembangunan justru bungkam. Sikap diam ini ditafsirkan masyarakat sebagai tanda adanya keterlibatan atau setidaknya pembiaran.
“Kalau dinas tidak turun tangan, berarti memang ada yang mereka lindungi. Ini bukan sekadar proyek gagal, ini soal integritas aparatur negara dalam mengelola uang rakyat,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat.
Warga kini menuntut agar proyek bermasalah tersebut dihentikan sementara dan dilakukan pemeriksaan menyeluruh oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun aparat penegak hukum. Mereka khawatir, jika dibiarkan, drainase yang seharusnya menjadi solusi justru akan menambah persoalan banjir dan menelan lebih banyak anggaran perbaikan di masa depan.
Kasus ini menjadi gambaran nyata rapuhnya tata kelola pembangunan di Kota Bekasi. Transparansi nyaris tidak ada, kontraktor diduga asal-asalan, pengawas lapangan lemah, sementara dana miliaran rupiah digelontorkan dari DBH, DAU, dan PAD.
Jika tak ada langkah tegas, publik semakin yakin bahwa proyek-proyek pemerintah di Bekasi hanya dijadikan bancakan anggaran, sementara rakyat dibiarkan menanggung risiko kerusakan infrastruktur.
Kini bola panas berada di tangan Wali Kota Bekasi dan aparat penegak hukum. Apakah akan ada tindakan nyata—atau kasus ini akan berakhir seperti banyak proyek bermasalah sebelumnya, tenggelam tanpa jejak?
Berikan ulasan