Pemkot Bekasi dinilai gagal mengelola kebijakan sosial-ekonomi, sementara temuan BPK soal penyertaan modal tanpa payung hukum memperparah citra buruk birokrasi.
Bekasi – Kamis, 2 Oktober 2025. Aliansi Rakyat Miskin Kota melayangkan kritik keras terhadap Walikota, Wakil Walikota, dan Sekretaris Daerah Kota Bekasi atas berbagai persoalan yang tak kunjung terselesaikan. Mereka menilai, tata kelola pemerintahan di Kota Bekasi semakin rapuh, tercermin dari berlarutnya masalah banjir, pengangguran, kemacetan, hingga mandeknya proyek revitalisasi Pasar Kranji.
Revitalisasi Pasar Kranji disebut sebagai contoh nyata gagalnya investasi daerah sekaligus bentuk pengabaian terhadap perlindungan pedagang kecil. Di sisi lain, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait penyertaan modal tanpa dasar hukum dinilai sebagai pelanggaran serius yang mencederai prinsip akuntabilitas.
Aliansi juga menyoroti stagnasi pelaksanaan Perda CSR Nomor 12 Tahun 2019. Regulasi yang seharusnya menjadi instrumen penting untuk menopang pendapatan daerah lewat kontribusi dunia usaha, justru tidak berjalan efektif. Minimnya transparansi publikasi penerimaan dan pelaksanaan program CSR 2022–2024 semakin memperlihatkan lemahnya komitmen Pemkot terhadap akuntabilitas publik.
Selain itu, kondisi pegawai rendahan—TKK, PPPK, dan pekerja paruh waktu—menjadi sorotan serius. Pemangkasan tunjangan hingga 50 persen dinilai tidak manusiawi, sebab menempatkan mereka pada penghasilan di bawah standar UMK/UMR Bekasi. Aliansi menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak hanya diskriminatif, tetapi juga memperlebar jurang ketidakadilan sosial.
Melalui pernyataan sikapnya, Aliansi Rakyat Miskin Kota menuntut lima langkah konkret dari Pemkot:
1. Mengembalikan tunjangan serta meningkatkan kesejahteraan pegawai rendahan.
2. Menjamin transparansi publikasi penerimaan dan pelaksanaan CSR 2022–2024.
3. Memutus kontrak PT ABB dalam proyek Pasar Kranji serta melakukan reformasi birokrasi di Disdagperin.
4. Menuntut pertanggungjawaban Sekda dan Kabag Hukum atas penyertaan modal tanpa payung hukum.
5. Menyediakan bantuan hukum bagi aktivis Bekasi yang ditahan dengan tuduhan provokasi maupun UU ITE.
Aliansi menegaskan bahwa reformasi total dalam tata kelola pemerintahan Kota Bekasi adalah harga mati. Jika Pemkot terus mengabaikan persoalan ini, maka krisis sosial, ekonomi, dan birokrasi akan semakin dalam, sekaligus meruntuhkan legitimasi kepemimpinan daerah.
Sebagai penutup, mereka mengingatkan kembali pesan sastrawan WS Rendra: “Kesadaran adalah Matahari, Kesabaran adalah Bumi, Keberanian menjadi Cakrawala, dan Perjuangan adalah Pelaksanaan Kata-Kata.”
Berikan ulasan