Bekasi, 26 Oktober 2025 — Proses penyidikan kasus yang melibatkan Masturo, S.Ag kini memasuki babak penting.
Kuasa hukumnya dari Kantor Hukum H. Bambang Sunaryo & Rekan (BS&R) mendesak Polres Metro Bekasi untuk segera melaksanakan tes kebohongan (polygraph test) dan konfrontasi langsung antara terlapor dan dua pelapor, yakni Zulfa Athiyyah dan Salwa.
Desakan itu disampaikan melalui dua surat resmi bernomor 141/KHK-BSR/X/2025 tertanggal 14 Oktober 2025 dan 171/KHK-BSR/X/2025 tertanggal 24 Oktober 2025, yang telah diterima oleh penyidik Polres Metro Bekasi.
Namun hingga kini, pihak kuasa hukum mengaku belum memperoleh kepastian pelaksanaan permintaan tersebut.
Langkah Ilmiah untuk Menjamin Keadilan
Kuasa hukum Masturo, H. Bambang Sunaryo, S.H., M.H., menjelaskan bahwa tes kebohongan adalah metode ilmiah yang digunakan di banyak negara untuk mengukur kejujuran keterangan para pihak.
Menurutnya, langkah ini penting agar penyidik dapat bekerja berdasarkan data objektif, bukan asumsi.
“Kami meminta agar tes kebohongan dilakukan secara bersamaan antara klien kami dan kedua pelapor, dengan pengawasan ahli forensik independen. Semua biaya pelaksanaan akan kami tanggung penuh,” ujar Bambang dalam keterangannya, Sabtu (26/10).
BS&R menegaskan, permintaan tersebut merupakan bentuk dukungan terhadap kinerja penyidik, bukan intervensi, agar penyidikan berjalan transparan dan profesional sesuai semangat Presisi Polri.
Konfrontasi Diperlukan untuk Samakan Fakta
Selain tes kebohongan, BS&R juga meminta Polres Metro Bekasi menjadwalkan konfrontasi langsung antara Masturo dan kedua pelapor.
Menurut Bambang, terdapat beberapa perbedaan mendasar dalam keterangan yang telah diberikan, sehingga perlu diklarifikasi di hadapan penyidik.
“Konfrontasi ini hak hukum klien kami sebagaimana diatur dalam Pasal 116 KUHAP. Ini penting agar fakta bisa disamakan secara terbuka, dan tidak ada kesimpulan yang keliru,” tegasnya.
Landasan Hukum Permohonan
Dalam surat yang dilayangkan, BS&R mencantumkan dasar hukum sebagai berikut:
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang hak atas perlakuan hukum yang adil,
Pasal 7 ayat (1) huruf g KUHAP yang mengatur hak tersangka untuk mengajukan alat bukti,
Pasal 66 KUHAP mengenai hak tersangka untuk membela diri,
serta Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Langkah ini dinilai sejalan dengan azas due process of law — yaitu penyidikan harus dilakukan dengan cara yang sah, berimbang, dan berbasis bukti.
Harapan Agar Polres Bertindak Cepat dan Transparan
Pihak kuasa hukum berharap Polres Metro Bekasi segera memberikan tanggapan resmi terhadap kedua surat permohonan tersebut, sebagai bentuk akuntabilitas dan keterbukaan dalam proses hukum.
“Kami sangat menghormati penyidik Polres Metro Bekasi. Namun kami juga menekankan, setiap warga negara berhak atas proses hukum yang transparan dan proporsional. Keadilan hanya akan hadir bila semua pihak diperlakukan setara,” tutup Bambang Sunaryo.
Keterangan Tambahan
Kedua surat resmi permohonan tersebut kini telah menjadi perhatian berbagai pihak di lingkungan hukum Bekasi.
Publik menilai, langkah yang ditempuh kuasa hukum Masturo menunjukkan sikap proaktif dan konstruktif, serta mendorong aparat kepolisian untuk menegakkan prinsip transparansi dan profesionalitas penyidikan.
Berikan ulasan