Ananda Sukarlan telah diakui banyak negara sebagai komponis Indonesia yang paling aktif dan produktif dalam menciptakan Tembang Puitik, yaitu karya musik yang tercipta berdasarkan karya puisi yang sudah ditulis oleh penyair / sastrawan. Lebih dari 500 karya untuk vokalis diiringi piano atau instrumen lain telah ia ciptakan dalam bahasa Spanyol, Inggris dan Indonesia.
Pada tahun 2016, pemerintah Spanyol memintanya untuk membuat musik dari berbagai puisi dua sastrawan Spanyol paling terkemuka dalam rangka peringatan 400 tahun wafatnya Miguel Cervantes (1547-1616) dan 80 tahun wafatnya Federico Garcia Lorca (1898-1936). Ananda menciptakan 4 (empat) tembang puitik yang diperdanakan oleh soprano Mariska Setiawan di Ubud Writers and Readers Festival, Bali, dan sejak itu telah dinyanyikan oleh banyak vokalis klasik Spanyol dan negara-negara Amerika Selatan.
Negara Ecuador ingin mengulang kesuksesan tembang puitik Ananda Sukarlan atas karya-karya penyair Spanyol tersebut. Jorge Carrera Andrade (1903-1978) bisa dianggap sebagai penyair paling terkemuka negara tersebut. Mahakaryanya yang paling mendunia adalah "Microgramas", sebuah kumpulan dari banyak puisi pendek dimana hanya dalam 3 baris saja ia dapat menggambarkan sesuatu (binatang, kejadian, atau alat seperti mesin tik) dengan metafora yang sangat kuat. Ananda pun diminta untuk membuat musik dari berbagai puisi Andrade, dan terciptalah "Andradiana". World Premiere atau pertunjukan perdana mahakarya baru ini diselenggarakan atas kerjasama Bimasena dan Kedutaan Besar Ekuador di Indonesia, mengambil tempat di Nusantara Ballroom, Hotel Dharmawangsa, 20 Oktober 2023. Penyanyi tenor muda William Prasetyo mendapat kehormatan untuk memperdanakan Andradiana, setelah ia meraih kejuaraan di Kompetisi Vokal Tembang Puitik Ananda Sukarlan tahun sebelumnya.
Tahun 2024 menandai 75 tahun hubungan diplomatik Australia dan Indonesia, sejak Australia mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949. Itu sebabnya tanggal 4 Juli 2024, kuartet gesek dari Melbourne Symphony Orchestra (MSO) mengunjungi Jakarta untuk konser memperingati kejadian signifikan ini. Perayaan ini disempurnakan dengan keterlibatan dua seniman Indonesia, soprano Mariska Setiawan yang telah menimba ilmu di Broadway, New York dan komponis Ananda Sukarlan yang pada tahun 2000 telah ditulis oleh harian Sydney Morning Herald sebagai "one of the world's leading pianists, at the forefront of championing new piano music".
Ananda menciptakan karya "Two Australian Songs" yang diperdanakan Mariska Setiawan dan MSO, sebuah karya untuk soprano dan string quartet berdasarkan puisi Henry Lawson dan Judith Wright, dua penyair legendaris Australia.
Pada konser yang mengambil tempat di Aula Simfonia Jakarta dan diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Australia di Jakarta itu ia bersama Mariska Setiawan juga mempersembahkan 4 tembang puitik dari penyair Indonesia. Keempat lagu itu adalah : "Bapak" (puisi Julia Utami), "Ibu Selalu Terdiam" (puisi Mustari Irawan), "Kado Natal untuk Jokpin" (puisi Okky Madasari) dan puisi paling terkenal dari Joko Pinurbo sendiri yang wafat 11 Mei tahun, "Doa Orang Sibuk yang 24 Jam Sehari Berkantor di Ponselnya" dimana Ananda dengan cerdiknya memasukkan motif ringtone dari ponsel. Apa yang dilakukan Ananda bukanlah "musikalisasi puisi" melainkan mengambil esensi dari puisi-puisi tersebut dan mencoba menterjemahkannya melalui musik, sehingga ia mengakui bahwa rima dan fonetik dari bait-bait puisi tersebut tidak sepenting apa yang ingin diekspresikan oleh puisi itu sendiri. Contohnya adalah suara kereta api di "On the Night Train" (Henry Lawson) dan "Bapak" (Julia Utami), karena penyair yang juga dikenal sebagai Julia Daniel Kotan (setelah menikah dengan putra Lembata (NTT), Daniel Boli Kotan ini memang dijuluki "penyair kereta" karena sering menulis puisi di kereta api karena ia sendiri tinggal di Bogor dan selalu naik kereta untuk bekerja di Jakarta. Bahkan ada buku kumpulan puisinya yang berjudul "Kereta dan Penyairnya". Partitur dari karya-karya ini akan diterbitkan di buku kumpulan Tembang Puitik volume 9 yang akan terbit sekitar bulan September, bersama tembang puitik dari puisi Khanafi, Dedy Tri Riyadi, Budhi Setyawan, S. Prasetyo Utomo, Idrus Shahab, Shantined, Iyut Fitra, D. Zawawi Imron dan lainnya.
Selama hidupnya, Ananda telah menciptakan musik paling banyak dari puisi-puisi Emily Dickinson, Robert Frost, dan di Indonesia Sapardi Djoko Damono, Joko Pinurbo, Eka Budianta, Emi Suy, Wiji Thukul, Nanang Suryadi, Hasan Aspahani dan juga penyair muda seperti Adimas Immanuel, Muhammad Subhan, dan puluhan lainnya. Kini ia sedang dalam proses mengumpulkan semua karya tembang puitiknya yang sudah ia tulis sejak ia kuliah di Royal Conservatory of Music, Den Haag (Belanda) sejak akhir dekade 1980-an sampai kelulusannya dengan Summa CumLaude. Saat ini sudah terkumpul sekitar 300-an dalam 8 jilid buku "Tembang Puitik Ananda Sukarlan".
Bulan November 2023 lalu musisi berbintang Gemini ini menjadi warga negara Indonesia pertama yang dianugerahi penghargaan kesatriaan Royal Order of Isabella the Catholic (Real Orden de Isabel la Católica), penghargaan tertinggi dari Kerajaan Spanyol yang diberikan kepada tokoh sipil atau lembaga sebagai pengakuan atas jasa luar biasa terhadap negara atau hubungan internasional / kerjasama dengan negara lain. Selain diganjar Real Orden de Isabel la Católica, Sukarlan juga pernah dianugerahi gelar kesatriaan "Cavaliere Ordine della Stella d'Italia" oleh Presiden Italia Sergio Mattarella pada tahun 2020. Selain itu, seniman Indonesia pertama yang diundang Portugal tepat setelah hubungan diplomatik Indonesia dan Portugal pada tahun 2000 ini juga telah dianugerahi banyak pengakuan swasta seperti Prix Nadia Boulanger dari Orleans, Prancis. Baru-baru ini ia adalah salah satu dari 32 dalam buku "Heroes Amongst Us (Pahlawan di Antara Kita)", yang ditulis oleh Dr. Amit Nagpal yang diterbitkan di India. Ananda juga masuk sebagai salah satu dari 100 "Asia's Most Influential" atau "Orang Asia Paling Berpengaruh" di dunia seni tahun 2020 oleh Majalah Tatler Asia.
Berikan ulasan