Stigma komunis adalah atheis (meniadakan Tuhan) lahir dan ditumbuhkembangkan sejalan dengan operasi penumpasan PKI (Partai Komunis Indonesia). Peristiwa Gestok (Gerakan 1 Oktober) atau versi Orde Baru lebih biasa menyebut G30S/PKI, membuat kekuatan (sekaligus kekuasaan) politik berpindah dari Soekarno ke Soeharto -babak akhir Orde Lama, dan dimulainya Orde Baru-). PKI dinyatakan sebagai partai terlarang berikut ajaran-ajaran komunisme, marxisme, leninisme dan stalinisme. Semua yang berbau komunisme diluluhlantahkan berikut anasir-anasirnya.
32 tahun berkuasa, Orde Baru berhasil mengubur komunisme dengan sangat efektif. Semua generasi diberi pemahaman betapa komunisme tidak saja anti-Pancasila tapi lebih jauh adalah ajaran yang tidak menerima atau mengakui adanya Tuhan. Sebagai negara dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia, tentu amat mudah untuk menjungkirbalikkan komunisme sebagai bahaya laten dan terus menerus memeranginya.
Tapi apakah betul komunisme adalah atheisme dan apa dasarnya?. Jika kerangka dasar dalam memahami komunisme sebagai aliran politik atau ideologi yang muaranya adalah sistem kekuasaan politik, dimana letaknya atheisme itu sendiri?.
Lalu bagaimana dengan partai-partai komunis yang juga tumbuh subur di negara-negara Islam?. Apakah juga sama menempatkan komunisme sebagai atheisme dalam praktek berideologinya. Untuk sekedar menyebut kehadiran partai komunis di negara Islam, di Palestina ada Popular Front for Liberation of Palestine (PLFP) yang menganut Marxisme-Leninisme bahkan sempat menjadi partai terbesar kedua di Palestina. Uniknya, PLFP juga tergabung dalam Organisasi Pembebasan Palestina dan berjuang bersama melawan kekuatan zionis Israel.
Di Suriah, ada Syrian Communist Party, relatif kecil memang kekuatannya, namun berhasil menempatkan wakilnya di parlemen Suriah (8 orang dari 250 anggota parlemen). Partai Komunis Suriah (lahir di tahun 1986) cukup diperhitungkan juga dalam kekuatan politik menghadapi militan pemberontak yang didukung Amerika dan sekutunya.
Di Afganistan, Communist Party of Afganistan juga berdiri sebagai kekuatan perlawanan menghadapi kekuatan besar Amerika dan sekutunya. Sementara di Bahrain, National Liberation Front-Bahrain adalah partai politik berhaluan Marxizme-Leninisme. Berdiri sejak 1955 dan turut memberi warna dalam kancah politik di Bahrain. Kemudian ada Egyptian Communist Party di Mesir. Sejak berdirinya di tahun 1975, mendapat tentangan dari pemimpin Mesir, baik Anwar Sadat ataupun Hosni Mubarak. Partai Komunis Mesir dilarang mengikuti pemilu, meski begitu mereka tetap eksis dalam menjalankan aksi-aksi perlawanan politik di Mesir.
Di Iran, Partai Komunis Iran mendapat pelarangan aktifitasnya, konsentrasi perlawanan Partai Komunis Iran adalah perjuangan untuk hak-hak kaum perempuan dan perlindungam kaum buruh. Sementara di Irak, Iraqi Communist Party lebih punya pengaruh justru setelah Saddam Hussein tumbang. Mereka berhasil menempatkan beberapa orang anggotanya duduk di parlemen.
Lagi, pertanyaan yang muncul adalah apakah mereka (partai komunis di negara Islam) juga menempatkan atheisme sebagai yang melekat dalam kekomunisan mereka?.
Sebagai bahan literasi, ada banyak buku yang diterbitkan untuk mengetahui sejarah dan perkembangan komunisme dan Partai Komunis di negara-negara Islam. Contohnya, “The Communist Movement in the Arab World” (karya Tareq Ismael), “Communism in the Arab East” (oleh Suliman Bashear), “The Palestine Communist Party” (karya Musa Budaeri). Buku “Manifesto Komunis” (Bahasa Arab: “al-Bayan al-Syuyu’i”) diterjemahkan oleh Al-Afif al-Akhdar. Sedangkan buku babon “Das Kapital” (Bahasa Arab: “Ra’s al-Mal”), diterjemahkan oleh Falah Abdul Jabbar.
Kehadiran partai-partai komunis di negara-negara Islam banyak melahirkan tokoh komunis seperti Husein al-Rahhal (tokoh Marxist pertama Irak), Mahmud Husni al-Urabi (tokoh sosialis-komunis Mesir), Radwan al-Hilu (Partai Komunis Palestina), Fu’ad Shamali dan Yusuf Yasbak (tokoh Komunis Libanon dan Suriah), Bulus Farah, Joseph Rosenthal, Anton Marun, dan banyak lagi.
Jika komunisme adalah sebuah pandangan filosofis, ideologi dan manifestasi dari gerakan sosial politik dengan rumusan cita-citanya menciptakan masyarakat komunis yang egaliter dan tanpa kelas, sehingga sangat rasional dalam metodologi dan analisanya (bahkan menjadi strategi dalam meraih kekuasaan), mungkinkah atheisme melekat disitu?.
Di Indonesia, cap komunis adalah atheis seperti menjadi takdir politik untuk Partai Komunis Indonesia (PKI) sekaligus nafas akhir dari komunisme. Setidaknya mengubur hidup-hidup PKI sama dengan membunuh komunisme. Lalu atheisme dihadirkan sebagai penjagalnya kalau kelak komunisme tiba-tiba bangkit dari kuburnya.
Sebagai filosofi, sistem, ideologi, dan gerakan sosial-politik-ekonomi yang bersifat lintas-agama, lintas-etnik, dan lintas suku-bangsa. Secara konseptual, komunisme itu tidak ada hubungannya dengan atheisme. Jika praktisi atau individu yang menganut komunis juga menyatakan atheis, itu soal lain, dan mungkin saja ada yang begitu. Sebaliknya, penganut komunisme juga banyak berasal dari kaum agamawan. Untuk kasus di Indonesia saja, kelompok komunis muncul di organisasi Islam yang cukup besar; Syarekat Islam. Nama-nama Semaoun, Alimin, Muso, Tan Malaka bahkan Haji Miscbah bukanlah orang-orang yang tak paham agama. Jadi menjadi komunis adalah atheis masih menjadi komoditas politik (warisan orde baru). Cuma di Indonesia, komunisme itu atheis -biarpun tidak ada alasan yang kuat untuk menempatkan atheisme itu sendiri-.
Terakhir, seorang Bung Karno juga mengirim pesannya; Akan tetapi, betapa pun, pandangan dunia luar, maka terhadap persoalan apakah aku akan menjadi komunis atau tidak, jawabnya ialah: Tidak !.
Hen Eska
Berikan ulasan