Praktik demokrasi sudah melembaga dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Mulai dari pemilihan umum (pemilu) untuk memilih presiden dan wakil presiden dan anggota legislatif, pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilihan kepala desa (pilkades) hingga pemilihan ketua rukun tetangga (pilerte).
Semangat yang melatarbelakangi sistem demokrasi adalah kedaulatan di tangan rakyat/masyarakat. Setiap warga mempunyai hak pilih untuk menentukan pemimpin di setiap tingkatan. Proses pemberian suara ‘one person one vote’ dimaknai sebagai bentuk tanggungjawab setiap warga negara terhadap wilayahnya.
Berbeda dengan pemilu atau pilkada yang mempunyai daya tarik bagi banyak orang untuk menjadi calon peserta. Pilerte justeru sepi peminat karena pada umumnya warga enggan untuk dicalonkan sebagai Ketua RT di wilayahnya. Selain itu Ketua RT sebagai ujung tombak pelayanan kepada masyarakat seringkali dianggap hanya sebagai pekerja sosial dan sambilan semata.
Proses pemilihan Ketua RT 06 RW VI di Perumahan Permata Griya Satria, Desa Karangsatria, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat berlangsung pada Sabtu (27/2/2021). Tahapan pemilihan diawali dengan pendaftaran calon selama sepekan. Namun hingga masa pendaftaran berakhir tidak ada satupun warga yang bersedia mendaftar sebagai calon Ketua RT.
Panitia Pemilihan (Panlih) akhirnya memutuskan untuk menyebar angket kepada warga guna menjaring calon. Setiap kepala keluarga (KK) dipersilahkan untuk menulis nama warga di kertas angket untuk diusulkan sebagai calon ketua RT. Setelah dilakukan penghitungan terjaring 32 nama warga yang diusulkan sebagai calon. Panlih memutuskan untuk 5 (lima) orang yang meraih suara terbanyak ditetapkan sebagai calon ketua RT.
Selanjutnya terhadap 5 orang calon tersebut diminta untuk mengisi formulir kesediaan sebagai Ketua RT dan tidak diperbolehkan mengundurkan diri karena sudah mendapat amanah dari warga sebagai sosok yang dinilai layak menjadi ketua RT. Alhamdulillah, semua calon dapat memaklumi dan dapat menerima keputusan tersebut.
Selanjutnya panlih melakukan sosialisasi kepada warga dengan memasang spanduk yang berisi nomor urut, nama dan foto para calon. Selama sepekan proses pengenalan calon dilakukan kepada warga masyarakat tanpa ada tahapan kampanye dari para calon. Semangat yang dibangun adalah proses pemilihan yang mudah dan murah. Calon tidak perlu mengeluarkan biaya serpeserpun sebab kesediaan mereka untuk menjadi ketua RT adalah pengorbanan yang tiada ternilai harganya.
Tiba saatnya proses pemungutan suara dilakukan, panlih berkeliling dari rumah ke rumah (door to door) untuk memberikan surat suara yang berisi nomor, nama dan foto calon. Selanjutnya setiap KK memiliki satu hak pilih dengan cara melingkari nomor calon yang dipilih, melipat surat suara kemudian memasukan surat suara ke dalam kotak suara yang sudah disediakan.
Pemilih yang sudah memberikan suara kemudian diberin tanda contreng dalam daftar pemilih yang sudah disusun oleh panlih. Setelah proses pemungutan suara selesai dilakukan dilanjutkan dengan proses penghitungan suara hingga akhirnya terpilih ketua RT yang baru. Tingkat partisipasi pemilih 100 persen dan hanya 1 lembar surat suara yang dinyatakan rusak.
Dari 125 surat suara yang dihitung tecatat calon nomor urut (1) Wiyono mendapat 51 suara, (2) Ahmad Satibi memperoleh 31 suara, (3) Subur mendapat 25 suara, (4) Hidayat memperoleh 14 suara dan (5) Suwarno mendapat 3 suara.
Begitulah suasana pemilihan RT yang berlangsung secara demokratis, mudah dan murah. Semoga dapat menjadi hikmah karena sejatinya setiap jabatan adalah amanah sehingga tidak pantas untuk diperdagangkan. Relasi yang terbangun antara warga/pemilih dengan calon pemimpin semestinya adalah kepercayaan dengan berlandaskan keikhlasan.**
Berikan ulasan