Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) proporsional atau masa transisi mulai diberlakukan. Publik secara perlahan diperkenalkan dengan tatanan kehidupan baru atau ‘new normal’. Kegiatan masyarakat berangsur pulih, namun aktivitas belajar mengajar di sekolah hingga kini masih diliburkan.
Selama lima bulan para siswa mengikuti model pembelajaran jarak jauh (PJJ) via online. Awalnya mungkin banyak yang bersorak gembira karena bisa libur di rumah sambil belajar. Lama kelamaan ungkapan bosan dan jenuh bermunculan. Anak-anak rindu dengan suasana sekolah, kangen dengan teman-teman sekelas. Hal yang sama dirasakan oleh para guru yang terbiasa bertatap muka dengan para siswa.
Pembelajaran jarak jauh menjadi pengalaman baru bagi siswa dan guru, lebih akrab dengan gadget, laptop dan internet. Meski dari efektifitasnya jauh berbeda dengan tatap muka, kendala sinyal bisa jadi materi pelajaran sulit dicerna. Belum lagi keterbatasan kuota internet menyulitkan sejumlah siswa mengikuti pembelajaran.
Harus diakui pembelajaran dalam jaringan (daring) tidak bisa menyamai hasilnya dengan model tatap muka. Fokus dan konsentrasi para siswa jelas menjadi tanda tanya, para guru juga terbatas saat menyampaikan materi pelajaran.
Model pembelajaran jarak jauh mungkin berjalan hanya sekedarnya. Jangankan belajar dari rumah, anak hadir di sekolah saja kadang belajar ala kadarnya. Yang terpenting selagi masa pandemi kebiasaan anak untuk belajar tetap terjaga meski waktunya tak leluasa.
Hingga masa ujian kenaikan kelas alias UKK, para siswa juga mengikutinya secara daring. Bagaimana dengan hasilnya? Nah bisa dibayangkan, anak-anak mengerjakan soal di rumah via online tanpa keberadaan guru yang mengawasi.
Maka tak heran Google yang menemani dan bisa dibuka setiap saat. Apapun soalnya jawaban tersedia di mbah Google. Kebiasaan nyontek memang sudah bukan rahasia dari jaman baheula sampe era digital. Ketika nyontek serasa ada sensasi yang berbeda, tulis di tangan, lewat sobekan kertas hingga buka catatan di layar smartphone.
UKK alias penilian akhir tahun (PAT) ditengah Covid-19 memang bukan sekedar ujian kenaikan kelas, tetapi menjadi ujian karakter kejujuran anak-anak kita. Jujur dalam mengerjakan soal-soal berbasis komputer yang sekarang trending dengan istilah CBT (computer based test). Suatu saat nanti mengikuti seleksi masuk kerja terbiasa dengan CAT (computer assesment test).
Kejujuran adalah nilai prinsip yang harus dikembangkan dalam dunia pendidikan. Perilaku jujur menjadi kebutuhan dalam mendidik generasi masa depan. Karakter jujur modal bagi bangsa ini untuk melahirkan negarawan yang rela hidup dalam kesederhanaan dan mau berkorban demi nusa dan bangsa.
Perkembangan teknologi informasi menjadi indikator kemajuan masyarakat modern di era digital. Pandemi corona mengharuskan setiap orang untuk melakukan physical distancing maka semua aktivitas sebisa mungkin dilakukan via online. Tidak terkecuali dalam bekerja dan belajar agar kita tetap sehat, produktif dan aman dari Covid-19.
Model pembelajaran jarak jauh mempunyai kendala yang dihadapi oleh sekolah, guru, siswa dan orang tua. Bagi sekolah dan guru perubahan yang cepat atas pembelajaran harus diantisipasi dengan kesiapan sarana dan prasarana yang memadai. Muncul kekhawatiran dari sebagaian sekolah swasta yang tidak mampu secara finansial menjaga eksistensinya.
Bagi para siswa kegiatan pembelajaran jarak jauh dapat menurunkan motivasi belajar siswa. Godaan untuk bermain di game online barangkali lebih menarik daripada mengikuti pelajaran via daring. Bahkan tidak sedikit siswa yang dihadapkan dengan keterbatasan fasilitas elektronik (hp/laptop/komputer) di rumah.
Sementara bagi para orang tua terkendala kemampuan untuk mendampingi dan membimbing putra putrinya. Sebagaian orang tua juga memiliki keterbatasan pada perangkat (tools) yang dipakai dalam pembelajaran di rumah (home learning). Belum lagi ditambah kesulitan waktu pendampingan anak bagi orang tua yang bekerja.
Rencana memulai aktivitas tahun ajaran baru dengan membuka sekolah masih menimbulkan pro kontra ditengah masyarakat. Kemendikbud menyebut tanggal 13 Juli 2020 adalah tahun pelajaran baru, tetapi bukan berarti kegiatan belajar mengajar tatap muka. Metode belajar tergantung perkembangan kondisi daerah masing-masing.
Para orang tua dan praktisi perlindungan anak mengaku khawatir jika anak-anak masuk ke sekolah ditengah pandemi. Kondisi yang masih rentan penularan virus Covid-19 harus dipertimbangkan secara matang sebelum sekolah kembali dibuka. Proses kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan protokol kesehatan untuk melindungi keselamatan anak-anak.
Praktisi pendidikan mengusulkan jeda waktu selama satu semester, sejak Juli 2020 sampai dengan Januari 2021 dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kompetensi guru di dalam pembelajaran daring. Pandemi menimbulkan ketidakpastian dalam dunia pendidikan. Kemendikbud dapat membenahi kualitas guru untuk menjalankan pembelajaran jarak jauh.
Harus diakui masih banyak guru yang belum menguasai teknologi informasi. Waktu enam bulan ke depan bisa difokuskan pada peningkatan kompetensi guru dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ). Andai tahun ajaran baru dimulai pada Januari 2021, tapi proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) tetap berjalan dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Model pembelajaran jarak jauh yang diterapkan karena pandemi menjadi sarana pembelajaran semua pihak. Meningkatkan kompetensi dan keahlian dibidang teknologi informasi sangat diperlukan, namun yang tidak boleh dilupakan adalah mempertahankan kejujuran sebagai esensi pendidikan.**
Berikan ulasan