Menurut teman, duit kas Pemerintah Kota Bekasi sudah kosong alias ora ono. Terlebih lagi, dua tahun berturut-turut pemerintah alami defisit keuangan. Defisit istilahnya pendapatan lebih kecil ketimbang pengeluaran.
Ditambah, Maret 2020 kemarin, Kota Bekasi dilanda Covid-19, rasionalisasi anggaran jalan satu-satunya.
Di publik, tercatat pada awal ketuk palu APBD 2020 rencana belanja ditetapkan sebesar Rp5,8 triliiun. Dengan sumber pajak daerah sebesar Rp2,12 triliun, retribusi daerah Rp164,14 miliar. Hasil kekayaan daerah dipisahkan Rp21,62 miliar. Dan pendapatan lainnya Rp710,64 miliar.
Semua penganggaran itu sudah matang. Termasuk sumber uangnya sudah diprediksi mengalami kenaikan. Itu sekitar bulan Januari sampai Februari. Namun, memasuki awal Maret 2020 semua berubah. Istilahnya ambyar.
Sebab, seluruh sumber pendapatan andalan Kota Bekasi seperti hotel, restoran, hiburan harus ditutup. Penutupannya sampai dua bulan, dan baru akhir Mei 2020 secara perlahan dibuka. Imbasnya, pemasukan pendapatan dibawah Rp 1 miliar per hari.
Malah belum lama ini, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi sempat menyebut sisa kas daerah hanya Rp25 miliar. Dana tak terduga yang disiapkan sebesar Rp101 miliar sudah ludes. Duitnya dipakai untuk keperluan penanganan Covid-19.
Kota Bekasi kebingungan mencari pendapatan. Semua sumber pendapatan juga kolap. Tidak ada yang bisa menjamin uang milik Kota Bekasi kembali normal dalam sekejap. Perlu waktu, perlu pengorbanan.
Hasilnya, pengorbanan itu dilakukan dengan cara melakukan pemotongan tunjangan Aparatur Sipil Negara sebesar 10 persen.
Rupanya pemotongan tunjangan itu oleh ASN dianggap pemaksaan. Sebagian tidak ikhlas. Jaman sudah susah, pendapatan rumah dipotong, kerja jalan terus. Begitulah kira-kira ketus hati seluruh PNS di Kota Bekasi.
Berikan ulasan