Dalam setiap perhelatan pemilihan pemimpin tersedia masa kampanye sebagai sarana untuk menyampaikan visi misi, program dan gagasan dari setiap kandidat. Para calon pemimpin menawarkan beragam cara dan janji untuk menghadirkan perubahan kepada masyarakat agar menjadi lebih baik.
Penyampaian visi misi menjadi salah satu prasyarat pencalonan dalam pemilihan kepala daerah yang akan berlangsung pada 9 Desember 2020. Pertukaran gagasan disuguhkan kepada masyarakat melalui debat antar kandidat. Publik dapat menyaksikan langsung kemampuan para calon kepala daerah dalam memberikan solusi terhadap setiap permasalahan.
Jargon yang diusung oleh setiap pasangan calon pemimpin pasti menawarkan kebaikan dan serasa nikmat untuk didengarkan. Komitmen semua paslon ingin menjadi pemimpin yang jujur, amanah, merakyat, anti korupsi dengan spirit perubahan di berbagai bidang. Jika kita cermati isu-isu yang disoroti oleh para kandidat tidak bergeser dari persoalan pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan pelayanan publik.
Selain itu yang tidak pernah absen adalah janji untuk membuka lapangan kerja, mengatasi pengangguran dan perbaikan ekonomi masyarakat. Kampanye menjadi media interaksi antara kandidat dan para pemilih. Semburan narasi dan retorika dikemas sedemikian rupa agar dapat menarik simpati publik untuk mencoblosnya pada saat di bilik suara.
Kemampuan kandidat dalam berkomunikasi dengan khalayak menjadi kunci untuk menyakinkan publik bahwa program yang ditawarkan bukan sekedar pepesan kosong tapi benar bisa direalisasikan. Tantangan yang dihadapi oleh paslon kepala daerah adalah persepsi publik yang terlanjur beranggapan bahwa pil KB kalau lupa jadi sedangkan pilkada kalau jadi lupa.
Ungkapan tersebut mencerminkan ketidakpercayaan publik terhadap janji-janji yang ditawarkan oleh para kandidat. Seolah siapapun dia dan darimana berasal pada akhirnya setelah terpilih dan menjabat lupa pada janji yang pernah dilontarkan. Rendahnya kepercayaan masyarakat tentu tidak terjadi tiba-tiba melainkan sebagai akumulasi dari pengalaman empiris yang dirasakan dalam proses demokrasi yang terjadi di republik ini.
Harapan publik dengan pemilihan pemimpin secara langsung oleh rakyat maka ketika menjabat akan selalu mengutamakan kepentingan masyarakat. Kewajiban untuk memenuhi tanggungjawab terhadap penyediaan kebutuhan rakyat, seperti pangan, sandang dan papan semestinya menjadi program prioritas. Esensi seorang pemimpin adalah kesediaan dan kerelaan untuk mewakafkan diri dan jiwanya demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Cita-cita yang dirumuskan dalam visi-misi hendaknya bukan sekedar utopia. Program yang dijanjikan harus bisa diimplementasikan sehingga publik merasakan langsung manfaat dari keterpilihannya sebagai kepala daerah. Untuk merealisasikan janji kampanye diperlukan komitmen dan konsistensi dalam diri setiap pemimpin bahwa jabatan yang diemban adalah amanah yang mesti dipertanggungjawabkan, bukan hanya kepada rakyat semata tapi juga kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
Demokrasi elektoral yang membuka peluang bagi setiap warga negara untuk menjadi pemimpin publik harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas kepemimpinan dari setiap kandidat. Proses kandidasi yang dilakukan oleh partai politik semestinya dilakukan dengan mengedepankan profesionalime dan sistem meritokrasi yang teruji.
Rekam jejak kandidat dalam memimpin organisasi dan perilaku keseharian berinteraksi dengan masyarakat dapat menjadi ukuran seseorang untuk dicalonkan dalam pemilihan kepala daerah. Rivalitas politik untuk mendapatkan tiket maju pilkada mesti dimaknai sebagai perlombaan pengabdian untuk mewujudkan kebaikan bagi masyarakat.
Seorang pemimpin yang mumpuni dan berintegritas mampu memperbaiki sistem dan budaya secara bersamaan. Memperbaiki sistem tanpa perbaikan budaya kerja membuat orangĀ bersiasat, budaya kerja yang baik tanpa dukungan sistem yang baik sulit terwujud sinergi kolaboratif.
Untuk membuktikan janji-janji kampanye yang ditebarkan kepada masyarakat maka seorang kepala daerah harus mampu mengkonsolidasikan seluruh perangkatnya dengan baik. Sebab, tidak mungkin pemimpin daerah bisa menunjukan semangat perubahan kepada publik tanpa ditopang dengan soliditas dan kepatuhan dari internal jajaran birokrasi daerah.
Begitu banyak teori kepemimpinan publik yang bisa dipelajari tapi yang terpenting adalah konkritisasi pelaksanaan. Konsep yang tersusun dengan baik dan rapi dalam visi misi tidak menjamin dapat dilaksanakan tanpa adanya political will dari pemimpin. Kemauan yang kuat akan menemukan banyak jalan, sebaliknya ketidakmauan akan dibarengi dengan beragam alasan.
Mengutip W.S. Rendra: "Kesadaran adalah matahari, Kesabaran adalah bumi, Keberanian menjadi cakrawala, dan Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata". Maka yang dibutuhkan dari seorang pemimpin adalah itikad baik untuk menunaikan setiap janji kampanye. Konsistensinya dalam perkataan dan perbuatan akan selalu ditunggu oleh masyarakat.
Pemimpin daerah adalah suluh kehidupan dari setiap harapan warga untuk memperoleh kebahagiaan. Secara ringkas dapat ditegaskan bahwa yang harus dilakukan oleh para pemimpin daerah agar dapat membawa perubahan diantaranya;
Pertama, Tone at the Top adalah seorang pemimpin harus memberikan dukungan, nasihat, wejangan, dan motivasi yang kuat terhadap kinerja jajarannya serta pengendalian diri dari sikap dan perilaku korupsi. Suara seorang pemimpin dibutuhkan untuk menterjemahkan visi misi kepemimpinannya sehingga dapat dipahami dan dijalankan oleh para pembantunya.
Kedua, Walk the Talk yang berarti seorang pemimpin dalam suatu organisasi harus selalu menjadi teladan yang baik bagi setiap pengikutnya. Setiap yang dilakukan oleh seorang pemimpin akan ditiru oleh anggotanya. Keteladanan pemimpin yang baik akan mampu menggerakan seluruh potensi masyarakat dalam membangun daerah. Perilaku disiplin dari seorang pemimpin jauh lebih penting dibanding aturan tertulis yang ada, karena satu keteladanan akan mengalahakan seribu arahan.
Ketiga, Knowing your Employee memiliki pengertian bahwa seorang pemimpin harus mengenali karakter setiap perangkat dan kinerjanya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan bersikap terbuka dan peduli terhadap masyarakat, menjalin komunikasi yang inten dengan rakyat, dan bekerja bersama masyarakat.
Kita menyakini pemimpin yang jujur dan ikhlas akan mampu menjadi energi positif dalam memperkuat sistem demokrasi dan mendorong partisipasi publik dalam pembangunan. Sebaliknya pemimpin yang ingkar janji akan memicu rakyat menuntut pembuktian dan mendegradasi kepercayaan publik terhadap demokrasi elektoral.
Jadilah pemimpin yang jujur dan terpercaya, tunaikan apa yang sudah dijanjikan. Karena itulah jalan untuk memperoleh kemuliaan di mata manusia dan Tuhan.**
Berikan ulasan