Sudah beberapa hari ke belakang telapak tangan saya gatal. Rupanya bukan ingin mendapatkan uang. Tapi keranjingan ingin menulis. Menulis mereka. Yang ujug-ujug muncul di layar ponsel.
Ingin kasih saran, khawatir menjadi perdebatan. Sok jago, atau nanti malah dibilang apolitis.
Ini menyangkut musyawarah Golkar yang dipastikan akan kembali ditukangi Rahmat Effendi. Sebuah musyawarah yang dijadikan kesempatan mereka untuk dukung mendukung. Padahal, tanpa seruan itu, sosok Rahmat Effendi tetap meraih puncak kepemimpinan.
Figur Rahmat Effendi sudah kuat. Tak perlu semua itu. Dia sudah kokoh, sebagai politisi kawakan. Memiliki mesin sendiri. Dan memiliki basis besar. Golkar dan Rahmat Effendi dua senyawa yang berbeda.
Bukti keperkasaan Rahmat Effendi dengan partai jelas berbeda. Dalam Pemilihan Kepala Daerah tahun 2018, Rahmat Effendi mampu meraup suara sebanyak 697.634 suara saat berhadapan dengan Nur Suprianto.
Lalu, di pemilihan legislatif suara golkar jeblok. Hanya meraih suara 178.950 suara. Kalah dengan PKS dan PDI Perjuangan. Disitu terlihat mesin partai dan mesin Rahmat Effendi jelas berbeda. Beda mesin, beda hasil.
Secara metematis, kepiawaian Rahmat Effendi menjalankan mesin politiknya harus diapresiasi. Dia memiliki orang-orang handal di dalamnya. Bukan handal berjanji, atau cakap berdiplomasi. Mereka sebuah kelompok yang handal berdikari.
Sudah jelas kan. Jika Rahmat Effendi bersama Golkar bersama kembali. Badai pun tak bisa mengoyakan. Kokoh, dan kuat.
Betul, Rahmat Effendi tak bisa lagi mencalonkan sebagai kepala daerah periode selanjutnya. Dengan alasan terbentur aturan. Tapi, kehadirannya bisa melakukan pembenahan partai. Yang jelak sikat bersih. Yang cakap diasah lagi.
Jadi tidak usahlah kalian menguras tenaga. Mencuri-curi perhatian. Kerja saja bantu masyarakat. Apalagi, musim pandemi begini banyak masyarakat butuh bantuan.
Berikan ulasan