BEKASI - Dalam rangka peringati Hari Anti Hukuman Mati Internasional yang jatuh pada 10 Oktober 2023 kemarin, Persatuan Perempuan Residivis Indonesia (PPRI) yang merupakan organisasi perempuan mantan terpidana yang salah satu fokus kerjanya menyoroti penerapan Hukuman Mati terhadap perempuan bersama dengan Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI) menentang penerapan hukuman mati di Indonesia.
Nofia Erizka Lubis, S.H. selalu Koordinator Persatuan Perempuan Residivis Indonesia mengatakan Indonesia sebagai Negara hukum yang mengakui prinsip universal hak asasi manusia (HAM), masih belum menerapkan HAM secara mendalam karena masih menerapkan hukuman mati khususnya pada perkara perempuan yang berhadapan dengan tindak pidana narkotika.
Pasalnya PPRI, menurut Nofia, masih menemukan adanya tindak diskriminasi, unfairtrial, atau penyiksaan, dalam tahapan proses pemeriksaan di tingkat penyidik kepolisian, kejaksaan, sampai pemeriksaan persidangan.
"PPRI yang melakukan wawancara secara langsung dengan beberapa terpidana dan residivis perkara narkotika, sangat prihatin karena dari proses hukum yang tidak adil, kemudian mengakibatkan seorang perempuan mendapat hukuman yang tidak setimpal, bahkan sampai hukuman mati," Katanya, Rabu (11/10/2023).
Lanjutnya, Tahun 2015, pemerintah menyatakan ”perang” terhadap narkotika yang hal ini diikuti dengan kian intensnya penegakan hukum dalam kasus tersebut. Tahun tersebut tercatat tujuh perempuan divonis mati.
Dirinya memaparkan, Saat peristiwa itu terjadi, mayoritas terpidana (18 orang) tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga, wiraswasta (6 orang), karyawan swasta (3 orang), petani (2 orang) serta tiga lainnya masing-masing adalah buruh harian lepas, pembantu rumah tangga, dan seorang pegawai negeri sipil.
"Hasil wawancara PPRI dengan beberapa terpidana mati yang masih berada dalam Lapas, menunjukan bahwa banyak hal yang melatar belakangi seseorang membuat keputusan atau mengambil pilihan yang membuat mereka bersalah dimata hukum. Tekanan dari seseorang sehingga membuat seseorang melakukan tindak pidana, relasi kuasa dalam hubungan, kebutuhan ekonomi, ketergantungan terhadap narkotika, dan/atau kerentanan
perempuan. Sayangnya latar belakang kerentanan perempuan tersebut sama sekali tidak dilihat sebagai sesuatu yang dapat meringankan hukuman, dan alasan tidak mendukung program pemerintah dalam menegakan hukum narkotika selalu memenangkan simpati hakim, hingga tidak melihat sisi kerentanan seorang perempuan yang berhadapan dengan hukum narkotika," Jelasnya
Lanjut Novia, Contoh Jenny Chandra alias Jat Lie Chandra, salah satu perempuan terpidana mati di Indonesia yang saat ini telah menjalani masa tahanan di Lapas Perempuan Kelas II A Tangerang selama 15 tahun.
"Saat ini dirinya masih dalam kecemasan menunggu eksekusi mati terhadap dirinya, dan disisi lain Ia juga berjuang untuk dapat lepas dari pidana mati karena dirinya merasa seharusnya ada hal yang dapat dipertimbangkan para penegak hukum sebagai alasan pemaaf dalam perkaranya. Adanya tindak penyiksaan membuat dirinya mengakui semua kepemilikan narkotika di kepolisian. Suaminya yang membuat dirinya masuk dalam tindak pidana ini, justru dihukum jauh lebih ringan," Ungkapnya.
"Keterbukaan terhadap siapa yang menyuruhnya tidak diungkap oleh polisi, dan melimpahkan seluruh tanggungjawab pidana kepada Jat Lie Chandra. Saat ini sahabat kami ini sedang berjuang untuk lepas dari pidana mati dengan bantuan dari LBH Masyarakat secara cuma cuma," sambungnya
Dari keseluruhan hal yang PPRI temukan, Kata Novia, Pihaknya merasa prihatin, dan pada kesempatan kali ini, Novia bersama organisasinya mendorong pemerintah untuk secara tegas memperbaiki sistem peradilan pidana di Indonesia Khususnya membenahi aparat penegak hukum agar tidak melakukan tindak diskriminasi, penyiksaan, unfair trial, dan pelanggaran HAM lain dalam menjalankan tugasnya.
"Kedua, Melakukan pembinaan yang baik di dalam Lapas agar tidak melahirkan generasi Bandar narkotika baru di Indonesia serta Mengawasi sistem penegakkan hukum di Indonesia sehingga menjatuhkan pidana secara objektif dan mempertimbangkan kerentanan perempuan, khususnya terhadap perempuan yang berhadapan dengan hukum. Juga Memberikan kemudahan akses keadilan terhadap kebutuhan terpidana mati di
Indonesia," Tandasnya.
Berikan ulasan