Publik seakan tersentak ketika Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengumumkan rencana pemberlakuan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total di wilayahnya. Alasannya kondisi Jakarta di masa pandemi virus corona makin mengkhawatirkan.
Anies mengungkapkan angka kematian di Jakarta cukup tinggi, jauh berbeda dibanding angka kematian pada awal pandemi berlangsung. Dalam seminggu terakhir angka positivity rate di Jakarta itu 13,2 persen. Dikutip dari situs corona.jakarta.go.id jumlah kasus positif per Sabtu (12/9) di Jakarta sebanyak 53.761 kasus dan yang meninggal sebanyak 1.404 orang.
Pemerintah harus mengimbangi fasilitas kesehatan yang dimiliki. Jumlah kasus yang tidak terkendali akan berdampak pada penanganan dan fasilitas kesehatan milik pemerintah.
Pemberlakuan kembali PSBB total di Jakarta mulai 14 September 2020, menimbulkan pro kontra dari berbagai kalangan. Sejumlah pihak menuding pernyataan Gubernur Jakarta justeru kontraproduktif dengan upaya pemerintah memulihkan kondisi perekonomian. Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Said Abdullah menilai pernyataan Anies menjadi penyebab rontoknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Said Abdullah menyebut pernyataan yang begitu bombastis, dramatis oleh Gubernur DKI Anies Baswedan menimbulkan hal yang tidak perlu dan membakar ludes Rp 300 triliun saham-saham berguguran. (https://www.wartaekonomi.co.id/read303790)
Dilansir dari data rangkuman perdagangan BEI pada 10 September 2020, nilai kapitalisasi pasar modal sebesar Rp5.682 triliun. Angka itu turun Rp297 triliun dari nilai kapitalisasi pasar di hari sebelumnya sebesar Rp5.979 triliun.
Presiden Joko Widodo mengatakan kunci perekonomian agar membaik yakni kesehatan yang baik. Menurutnya, kesehatan yang baik dapat menjadikan perekonomian lebih baik. Hal ini ditegaskan Jokowi pada Sidang Kabinet Paripurna Penanganan Kesehatan dan Pemulihan Ekonomi untuk Penguatan Reformasi Tahun 2021 di Istana Negara, Senin (7/9/2020).
Jokowi memerintahkan jajaran Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Menteri Kesehatan serta TNI/Polri untuk fokus menangani Covid-19. Pernyataan Jokowi tersebut yang dikutip Anies Baswedan untuk menarik 'rem darurat’ dan menerapkan PSBB secara penuh karena harus menomorsatukan kesehatan diatas ekonomi.
Sejak mula pandemi merebak, Jakarta memang menjadi episentrum penyebaran virus corona di tanah air. Kebijakan pemberlakukan PSBB sebagai jalan keluar (way out) yang lebih baik dibanding harus melakukan ‘lockdown’ ibu kota. Pembatasan sosial berskala besar sebagai pilihan yang bijak untuk mencegah penyebaran virus corona tanpa harus menghentikan aktivitas perekonomian.
Pemerintah secara perlahan mulai melonggarkan aturan PSBB agar denyut kehidupan kembali normal. Masyarakat dihimbau untuk menaati protokol kesehatan dengan selalu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Kebiasan baru diterapkan agar kita bisa beraktivitas seperti sedia kala sembari tetap waspada terhadap infeksi virus yang hinggsa kini belum ditemukan vaksin pencegahnya.
Untuk mengingatkan masyarakat akan bahaya Covid-19, Pemerintah DKI Jakarta bahkan membangun tugu peti mati di sejumlah lokasi. Keberadaan monumen peti mati menjadi peringatan bagi masyarakat agar disiplin menegakan protokol kesehatan. Tugu tersebut menjadi sarana edukasi dan pengingat bagi warga bahwa jumlah korban yang terus bertambah akibat Covid-19.
Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono menilai keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerapkan kembali PSBB ketat sudah tepat. Penerapan PSBB secara ketat ini harus dilakukan sampai tingkat penularan Covid-19 di Jakarta menurun. Pemerintah disarankan tidak melonggarkan aktivitas publik sebelum kondisi benar-benar aman. Seluruh aktivitas sosial dan ekonomi di Ibu Kota mesti dibatasi dengan penuh pengawasan.
Sudah setengah tahun lebih virus corona menjadi momok yang menakutkan. Korban berjatuhan dari berbagai kalangan termasuk para tenaga medis yang berada di garda terdepan dalam perang melawan Covid-19. Sepertinya publik juga sudah mengetahui cara penyebaran virus corona COVID-19 adalah melalui tetesan air liur (droplets) atau muntah (fomites), dalam kontak dekat tanpa pelindung. Transmisi virus corona atau COVID-19 terjadi antara yang telah terinfeksi dengan orang tanpa patogen penyakit.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan pencegahan yang paling penting adalah sering cuci tangan dan menutup mulut serta hidung saat bersin atau batuk. Langkah pencegahan lain adalah membiasakan jaga jarak dengan anggota masyarakat lain. Dengan jarak satu meter, risiko tertular virus corona COVID-19 bisa ditekan. Selain itu tiap anggota masyarakat harus siap menolong lansia yang lebih mudah terkena infeksi virus corona atau COVID-19.
Itikad Gubernur DKI Jakarta untuk menerapkan kembali aturan PSBB secara total harus dimaknai sebagai upaya pencegahan terjadinya krisis kemanusian. Sebuah pilihan yang tidak gampang membatasi gerak aktivitas warga mencari penghidupan disaat virus corona masih menghantui kita. Kepatuhan dan kedisiplinan untuk menjalankan protokol kesehatan menjadi kunci kemenangan melawan musuh yang tak kasat mata.
Sampai kapanpun PSBB diberlakukan bisa tak berarti jika kita masih bersikap masa bodoh terhadap protokol kesehatan. Sekarang ini setiap orang harus selalu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Bagi yang melanggar harus diberi sanksi yang tegas supaya tidak kebablasan. Tak perlu menunggu keluarga sendiri menjadi korban pandemi baru kita tersadarkan.
PSBB bertujuan melindungi setiap warga dari infeksi virus corona sekaligus menjaga ekonomi agar tetap berjalan. Kita tak perlu berpolemik mana yang harus diutamakan sebab keduanya sama penting dalam kehidupan. Meski kita tahu kematian adalah kepastian namun kita tak boleh berhenti berusaha dan berdoa agar selalu diberi keselamatan.**
Berikan ulasan