Kepolisian negara sudah menginjak 74 tahun. Usia yang cukup mumpuni untuk mengemban tugas-tugas negara dalam mengayomi masyarakat. Sudahkah itu mampu dijawab oleh polisi-polisi kita hari ini?
Kita pernah dengan gaya kelakar Almarhum Gus Dur tentang polisi. "Ada 3 polisi jujur di Indonesia, yakni polisi tidur, patung polisi dan Jenderal Hoegeng !". Ini semacam potret tak tercetak tapi gambarnya selalu ada dan hidup di alam pikir masyarakat. Belum lagi kredo semacam ,"hilang kambing, lapor polisi malah kehilangan kebo".
Barangkali keteladanan sikap seorang Jenderal Hoegeng adalah warisan tertinggi yang ditinggalkan mendiang polisi legendaris itu untuk prajurit polisi hari ini. Betapa tidak, Hoegeng merupakan sosok ideal polisi sepanjang masa.
Sebagai Kapolri, dia rela hidup pas-pasan demi menjaga integritas. Say no to bribe ! Terima suap dan gratifikasi tak ada dalam kamus hidupnya. Sikap inilah yang pada gilirannya juga menjadikan ia diberhentikan sebagai Kapolri (!).
Setelah pensiun dari kepolisian, Hoegeng tidak punya rumah pribadi. Hanya ada rumah dinas di Jalan Muhammad Yamin, Jakarta. Dia juga tak punya mobil pribadi. Hingga sejumlah kapolda saweran dan membelikan mobil Holden Kingswood -satusatunya mobil yang ia punya hingga akhir hayatnya-.
Menurut George Junus Aditjondro, Hoegeng dicopot lantaran sikap kerasnya memberantas penyelundupan mobil mewah yang dilakukan pengusaha Robby Tjahjadi. Padahal, Robby dikenal dekat dengan keluarga Presiden Soeharto.
Keterlibatan Hoegeng dengan Kelompok Petisi-50 makin membuat jarak yang kuat dengan Soeharto. Petisi-50 dianggap kelompok senior yang rajin mengkritisi pemerintah dengan sangat keras dan berani.
Pada 14 Juli 2004, lulusan pertama PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian) Tahun 1952 ini wafat di usia 82 tahun. Tapi dedikasi penuh integritas, kejujuran dan kesederhanaannya tetap dikenang sampai hari ini.
Selamat Hari Bhayangkara 1 Juli 2020
Hen Eska
Berikan ulasan