BEKASI – Di ujung gang sempit RT002 RW005, Kelurahan Jatiluhur, Kecamatan Jatiasih, puing-puing bata merah dan kayu lapuk menjadi saksi bisu nasib keluarga Bapak Ridi. Rumah yang dulu menjadi tempat bernaung, kini hanya tinggal reruntuhan. Sudah tujuh hari sejak rumah itu ambruk pada Jumat, 3 Oktober 2025, namun tak ada uluran tangan dari Pemerintah Kota Bekasi.
Bukan karena gempa, bukan pula karena badai — tapi karena proyek drainase pemerintah yang mangkrak.
Proyek yang Jadi Petaka
Menurut kesaksian warga sekitar, proyek drainase di bantaran kali itu sudah lama dibiarkan terbuka tanpa penyelesaian. Akibatnya, aliran air tak terkendali saat hujan deras mengguyur. Tanah di sekitarnya tergerus, mengikis pondasi rumah milik Ridi hingga akhirnya roboh.
“Waktu itu saya sudah bilang ke pihak kelurahan, tanahnya mulai retak dan aliran air tidak normal. Tapi ya cuma dicatat, difoto, lalu tidak ada kabar lagi,” tutur Ridi lirih, matanya menerawang ke arah tumpukan genting bekas atap rumahnya.
Kini, Ridi dan keluarganya hanya bisa berteduh seadanya di tenda darurat, berharap ada perhatian dari pemerintah.
Janji yang Tak Pernah Datang
Pada hari pertama kejadian, aparat kelurahan dan RT memang datang ke lokasi. Mereka mendata kerusakan, berfoto, dan meninggalkan janji untuk melaporkan ke dinas terkait. Namun setelah itu, seminggu berlalu tanpa tindak lanjut.
Tidak ada bantuan bahan bangunan, tidak ada santunan, bahkan tidak ada kejelasan.
“Yang datang cuma rasa kecewa,” kata seorang warga dengan nada getir.
Aktivis PMII Angkat Suara
Melihat kelambanan birokrasi ini, aktivis muda Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bekasi, Rifky, angkat bicara. Ia menilai peristiwa ini adalah bentuk nyata dari kelalaian dan lemahnya tanggung jawab pemerintah daerah.
“Saya sangat menyayangkan sikap lamban pemerintah terhadap warga Jatiluhur yang rumahnya ambruk karena proyek yang mereka sendiri tinggalkan. Sudah seminggu, tapi tak ada aksi nyata. Di mana hati nurani mereka?” ujarnya dengan nada kecewa, Jumat (10/10/2025).
Menurut Rifky, proyek drainase yang mangkrak itu membuktikan lemahnya perencanaan dan pengawasan.
“Pemerintah seharusnya matang dalam merancang proyek publik. Kalau mereka memperhatikan analisis AMDAL, ini tidak akan terjadi. Proyek yang seharusnya jadi solusi malah berubah jadi malapetaka bagi rakyat kecil,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa PMII Bekasi bersama Barisan Muda Bekasi akan mengawal kasus ini hingga tuntas, bahkan siap turun ke jalan untuk menuntut pertanggungjawaban Pemkot Bekasi.
“Kalau tidak ada kejelasan dalam waktu dekat, kami akan melakukan aksi demonstrasi di depan kantor wali kota,” ancamnya.
Rakyat Menunggu, Pemerintah Membisu
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pemerintah Kota Bekasi belum memberikan klarifikasi resmi atas lambatnya respons dan kelalaian dalam proyek drainase tersebut.
Sementara itu, keluarga Ridi masih berjuang di tengah reruntuhan, menanti secercah perhatian yang mungkin tak pernah datang.
Bagi mereka, bantuan bukan soal angka, tapi tentang rasa peduli. Tentang pemerintah yang mau melihat dan mendengar jeritan warganya.
Dan di tengah malam Jatiluhur yang dingin, hanya ada satu cahaya kecil dari lampu darurat di antara puing-puing — satu-satunya harapan yang masih bertahan, ketika hati pemerintah tak lagi hangat
Berikan ulasan