Pada era Globalisai sekarang ini, secara umum seluruh pelayanan yang bersifat publik maupun privat sudah mengenal dan menerapkan yang namanya manajemen risiko, manajemen risiko ini juga merupakan sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh dewan direksi, manajemen dan personil lainnya, yang diterapkan dalam penetapan strategi dan juga ada pada seluruh perusahaan, yang dirancang dan disesuaikan untuk mengidentifikasi kejadian potensial yang dapat mempengaruhi entitas, dan mengelola risiko, untuk memberikan keyakinan memadai, tentang pencapaian tujuan utama.
Ada beberapa pendapat tokoh mengenai manajemen risiko itu sendiri, menurut William et.al (1998:27), manajemen risiko itu definisi dari suatu aplikasi manajemen umum yang dicoba untuk mengidentifikasi, mengukur dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian yang ada pada sebuah perusahaan. Selanjutnya juga ada menurut Djohanputro, (2008:43), beliau mengatakan bahwa manajemen risiko itu ialah proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif untuk menangani manajemen risiko. Kemudian dari beberapa definisi tadi, terdapat kesamaan konsep pemikiran bahwa manajemen risiko itu ialah proses identifikasi yang berupa penilaian, pengendalian, dan juga upaya untuk menghindari dan meminimalisir, bahkan juga bisa menghapus risiko yang akan terjadi. Dalam konteks tersebut juga terdapat penekanan bahwa risiko/ancaman tersebut belum terjadi sehingga kita masih bias memiliki kesempatan/waktu untuk memikirkan dan menemukan bagaimana cara terbaik untuk menghindari atau meminimalisir risiko/ancaman yang dimaksud.
Dengan alurnya yang sedemikian rupa, maka manajemen risiko kurang efektif untuk diterapkan pada beberapa situasi yang dimana mungkin terdapat ancaman yang tidak bisa terpetakan sebelumnya krtika ancaman tersebut sudah terjadi. Sebagai contoh yang sudah dan yang masih kita hadapi adalah pandemic COVID-19 yang mewabah dan menyerang ke seluruh kehidupan manusia. Begitu juga demikian dengan pelayanan publik, salah satu area yang mendapatkan pukulan atas kedatangan pandemic COVID-19.
Oleh karena itu diperlukan suatu manajemen yang tidak hanya mempersiapkan kejadian yang telah diramalkan akan terjadi, namun manajemen ini juga yang dititikberatkan untuk langsung beradaptasi, mengelola, dan mengatasi situasi darurat atau tidak terduga yang bisa mempengaruhi proses bisnis suatu organisasi, dalam hal ini yaitu berupa pelayanan publik. Dengan kata lain, tindakan yang diambil untuk menanggulangi krisis ini harus efisien agar dapat segera dilakukan. Itulah yang dinamakan dengan manajemen krisis yang terjadi dalam manajemen risiko, strategi responsif yang menghadapi kejadian krisis yang datangnya secara tiba-tiba. Krisis pada manajemen risiko ini bisa hadir dalam berbagai wujud, salah satunya seperti yang sedang terjadi saat ini, yaitu wabah pandemic COVID-19.
Dalam menangani krisis manajemen risiko ini, kita memerlukan pemahaman terhadap situasi yang sedang dihadapi sehingga pengambil keputusan dapat menentukan tindakan yang benar. Sesuai dengan terminologinya, manajemen krisis itu ada tiga tahapan, ada pre-crisis, response to the crisis, dan juga post-crisis [(Coomb, 2010; Devlin, 2007; Smudde, 2001) dalam Kriyantono, 2014: 178-180]
Tahapan pertama dari manajemen krisis ini ialah mencegah terjadinya potensi krisis yang akan terjadi. Ini juga hal yang melibatkan perencanaan, mulai dari merekrut dan melatih tim penanggulangan krisis manajemen risiko dan juga melakukan latihan/simulasi untuk mengimplementasikan rencana yang dibuat. Dalam kondisi yang ideal, seharusnya prose tahapan ini dilaksanakan pada waktu dan kondisi krisis yang masih diawal penyebaran/penularannya. Karena pada saat ini, tahapan itu sudah berlalu, yang di mana wabah Covid sudah menyebar dan pelayanan publik sudah terkena dampak dari imbasnya. Oleh karena itu, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Dengan membuat perencanaan manajemen krisis pada manajemen risiko sekarang akan sangat membantu untuk menentukan langkah-langkah yang tepat dan dalam menetapkan prosedur terhadap layanan publik ketika terjadinya krisis yang mungkin lebih besar terjadi pada masa yang akan datang.
Tahapan kedua dalam penanggulangan krisis pada manajemen risiko adalah response to the crisis, yaitu bagaimana menanggapi krisis yang sedang terjadi saat ini, yang di mana rencana penanganan krisis yang sudah ada sebelumnya sudah disusun benar-benar lalu kemudian diimplementasikan.
Tahapan yang terakhir adalah post crisis, tahapan di mana krisis itu sudah reda/berlalu, tapi proses penanggulangan krisis ini masih tetap berlanjut. Tahap ini adalah sasaran waktu yang tepat untuk mengevaluasi strategi dalam menanggulangi krisis pada manajemen risiko, apakah penanggulangan sudah berjalan efektif atau perlu dilakukannya lagi pengulangan dan juga perbaikan. Hal ini yang akan membantu dalam mempersiapkan strategi yang lebih baik ketika menghadapi krisis lain di masa depan. Salah satu contohnya adalah berlakunya kebijakan work from home untuk mengurangi risiko penularan Covid seperti yang telah diperintahkan oleh pemerintah. Karena kebijakan yang sudah ditetapkan ini, kemungkinan akan berlaku dalam waktu yang lama, maka pengambil kebijakan ini perlu memiliki pedoman yang tepat guna mendukung efektivitas kerja dari rumah.
Krisis yang terjadi saat ini atau yang akan terjadi seharusnya tidak menimbulkan kepanikan, karena krisis ini dapat dikelola menjadi dorongan bagi kita dalam mempersiapkan strategi yang lebih baik dan tepat dalam menghadapi permasalahan di masa yang akan datang. Lalu dengan menerapkan manajemen krisis pada manajemen risiko ini kita bisa mengambil keputusan agar lebih siap untuk menghadapi kebijakan dalam menghadapi krisis dan juga mengurangi dampak yang akan ditimbulkan.
Daftar Pustaka/sumber :
William, A. C., Smith, M., & Young, P. C. (1998). Risk Management and Insurance. Boston: McGraw Hill.
Djohanputro, Bramantyo. (2008). Manajemen Risiko Korporat. Jakarta: Penerbit PPM
Kriyantono, Rachmat.(2014). Public Relations, Issue & Crisis Management (Pendekatan Critial Public Relations, Etnografi Kritis & Kualitatif). Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Kencana.
Oleh : Nur Khofifah
Mahasiswa : STEI SEBI, Depok
Berikan ulasan